PEMIKIRAN klasik telah mengondisikan agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi 
(iptek) sebagai dua dunia berbeda yang mesti terpisah keberadaannya. 
Berabad-abad lamanya, hubungan historis antara agama dan iptek menunjukkan 
'model perang'. 
Dari perspektif agama, iptek adalah produk dunia yang harus dihindari dan perlu 
menjaga jarak karena dianggap akan merusak doktrin agama. Pendapat fundamental 
tokoh agama akhirnya merasuk dan mempengaruhi pola perilaku setiap pemeluknya, 
sehingga mereka menganggap iptek sebagai musuh berat. Hal ini terlihat dengan 
adanya semacam pemahaman turun temurun dari generasi ke generasi untuk tidak 
mencurahkan perhatian lebih banyak kepada iptek.
Tidak dapat disangkal, teori evolusi yang dipelopori Darwin tentang manusia 
kera menuai kritik keras dari kalangan teolog atau tokoh agama. Teori ini 
dianggap memberontak otoritas kitab suci. Teori Galile Galileo tentang matahari 
sebagai pusat tata surya, mengakibatkan gereja kehilangan akal sehat. 
Akibatnya, Galileo harus menerima hukuman dibakar hidup-hidup. Inilah contoh 
konkret betapa bencinya agama kepada iptek.
Hal serupa juga terjadi pada iptek. Tanpa ragu, iptek mengklaim keberadaan 
agama jauh lebih rendah darinya. Agama dianggap kolot dengan argumen 
irasionalnya yang tidak bisa diterima secara ilmiah. Iptek mengklaim, agama 
hanya milik orang yang tidak mau berpikir dan terpenjara dalam gua tanpa 
mendapatkan sinar/pencerahan. Klaim ini didasari bukti di mana agama tidak bisa 
dikaji secara epistemologis dan ilmiah.
Bayangkan! Apa jadinya, tatkala keberadaan agama dan iptek terus saling 
menyalahkan ibarat anjing dan kucing. Apakah betul iptek merupakan sesuatu yang 
negatif, kafir dan bersifat duniawi? Apakah benar agama tidak boleh bersahabat 
dengan iptek? Upaya Robert untuk menjembatani agama dan iptek dalam bukunya 
'Menjembatani Agama Dan Sains', merupakan langkah bijak.
Paradigma kolot hendaknya ditinggalkan. Sekarang saatnya kita meninjau ulang 
pola pikir yang dikondisikan demikian, sehingga diperoleh suatu konsep baru 
yang mampu menempatkan agama dan iptek pada satu rak yang tidak terpisahkan. 
Untuk membangun jembatan dapat dilakukan dengan meninjau ulang latar belakang 
historis antara agama dan iptek. Artinya, kita mesti menggali, menafsirkan dan 
membuka kembali bagian kitab suci yang berbicara tentang iptek.
Kalau mau jujur, pemikiran fundamental agamawan bukan bersumber dari kitab 
sucinya. Sebab, kalau bersumber dari kitab suci, tidak akan terjadi konflik 
antara agama dan iptek. Dalam Kristen misalnya, dikatakan, manusia berkuasa 
atas ikan di laut, burung di udara dan atas seluruh bumi. Allah memberi tugas 
kepada manusia untuk menaklukkan alam semesta. Manusia diberi kebebasan untuk 
memanfaatkan alam semesta, dengan catatan tetap menjaga kelestarian dan 
keutuhannya.
Dalam Islam pun demikian. Ketika kita meninjau tradisi ilmiah Islam, muslim 
sangat berjasa terhadap orang Eropa. Orang Eropa mengenal sains dari tradisi 
ilmiah Islam, dengan cara menerjemahkan teks pokok dari Bahasa Arab ke Bahasa 
latin. Islamlah ibu sains di Eropa. Tradisi ilmiah Islam yang banyak 
diterjemahkan berasal dari karya Ibn Sina (980-1037), seorang guru besar sains 
Islam yang namanya diterjemahkan ke bahasa Latin menjadi Avicenna. 
Beberapa karya Ibn Sina yaitu fisika dan filsafat dari kitab al-Shifa (Buku 
Penyembuhan), kimia dan ilmu bumi, al-Qanum Fi'l Tibb (kanon kedokteran yang 
digunakan sebagai teks dasar untuk mengajar kedokteran selama tujuh abad di 
Timur dan Barat).
Mungkin tradisi ilmiah ini tidak cukup untuk membuktikan, Islam sangat 
bersahabat dengan iptek. Oleh karena itu, kita perlu menjajaki hubungan Alquran 
dan sains, daripada memperdebatkan sesuai atau tidaknya antara Islam dan teori 
evolusi. Kemudian mempelajari prinsip yang mendasari teori evolusi. Hal ini 
berkaitan dengan kosmologi Islam yang menjelaskan modalitas ciptaan yang 
mencakup dunia fisik dan nonfisik, di mana secara ontologi (wujud) eksistensi 
berhubungan dan bergantung pada Allah.
Dalam Budha pun hubungan antara sains dan agama sangat mudah disimpulkan, yakni 
saling mendukung. Sepanjang sejarah, ada beberapa contoh proyek Budha yang 
didukung iptek. Bangunan kuil Todaiji (terbuat dari konstruksi kayu terbesar di 
dunia) di ibukota Nara di Jepang, patung Budha Vairocana (dari perunggu 
terbesar) merupakan beberapa produk iptek yang mendukung proyek agama Budha.
Semua realitas ini mampu menuntun kita untuk memikir ulang konsep yang selama 
ini menganggap agama dan iptek bermusuhan. Kalaupun ternyata iptek menimbulkan 
hal negatif, tidak lain karena manusia sendiri yang menyalahgunakannya. Jadi, 
kesalahan itu bukan ada pada iptek, melainkan manusia.

 


2 comments:
This web ѕite tгuly haѕ all of the
infο Ι needеԁ сoncегnіng
this ѕubject and ԁіdn't know who to ask.
my weblog; fast payday loans Online
My blog :: Online Payday Loan
buy lorazepam ativan withdrawal and depression - ativan klonopin
Tinggalkan Komentar Kawan Di Sini,Makasih....
Tinggalkan Komentar,pasti saya Balaz komentar.
Terima KAsih Dan JAngan Nyepam ya..
Agar komentarnya tidak saya Hapuz,MOhon Maaf Jangan masukan LINK apaPun dalam kotak komentar ini.....
TerimA Kasih..